Jumat, 19 November 2010

Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Gips


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa sekarang ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini menimbulkan dampak positif maupun negatif. Misalnya saja bidang transportasi yang memberikan kemudahan, kenyamanan, efektivitas dan efisiensi waktu bagi masyarakat. Namun di sisi lain juga mempunyai dampak negatif, misalnya peningkatan angka kecelakaan lalu lintas yang sering sekali menyebabkan terjadinya fraktur (http://etd.eprints.ums.com, 2009). 
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah, sekit ar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi dilakukan pemasangan gips (www.Depkes RI, 2007).
Jakarta, 24/6/2009 (Kominfo News Room) Departemen Perhubungan mengumumkan angka kecelakaan di jalan raya yang ada di Indonesia masih cukup tinggi, dan bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2008 maka angka kecelakaan tahun 2009 mengalami sedikit peningkatan. Kalau tahun 2008 tercatat 18.000 kecelakaan, maka untuk tahun 2009 ada peningkatan menjadi 19.000 kasus (http://www.depkominfo.com2009).

      Data yang tercatat di RSO. Dr. Soeharso Surakarta, pada tahun 2008 tercatat sebanyak 830 orang dengan jumlah penderita fraktur cruris yang dilakukan pemasangan gips. Sedangkan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebanyak 889 orang dengan pemasangan gips (http://etd.eprints.ums.com2008).
Angka kecelakaan di Sumatera Utara sekitar 89% dari total korban kecelakaan di kota medan yang mencapai 224 jiwa pada 2009. Ironisnya, dari sekitar 100 orang yang tewas tersebut kebanyakan korbannya adalah pelajar dan remaja, 156 diantaranya mengalami fraktur, 36% diantaranya dilakukan pemasangan gips, dan 46% meninggal dunia (http://edorusyanto.wordpress.com/2010/medan).
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis di ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Ibnu Sina (Kamar Bedah) Rumah Sakit Haji Medan, didapatkan 3 orang perawat kurang mengetahui tentang pemasangan gips dan 2 orang perawat mengetahui tentang pemasangan gips.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti Bagaimana “Pengetahuan perawat tentang pemasangan gips di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2010”.



1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis menyimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: bagaimana pengetahuan perawat tentang pemasangan gips di Rumah Sakit Haji Medan 2010.

1.3              Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
            Untuk mengetahui Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Gips di Rumah Sakit Haji Medan.
1.3.2  Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui pengetetahuan perawat tentang komplikasi pemasangan gips.
2.      Untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang bentuk pemasangan gips dan jenis gips.
3.      Untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang teknik pemasangan gips.
4.      Untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips.






1.4      Manfaat Penelitian     
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
a.       Bagi Tempat Peneliti
Sebagai bahan masukan dan saran kepada pihak Rumah Sakit agar lebih banyak melakukan pelatihan kepada perawat khususnya tentang pemasangan gips di Rumah Sakit Haji Medan.
b.      Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti, khususnya hal – hal yang berkaitan dengan pengetahuan perawat tentang pemasangan gips di Rumah Sakit Haji Medan.

c.       Bagi Responden
      Sebagai sumber informasi kepada seluruh perawat tentang perlunya pengetahuan       perawat tentang pemasangan gips sesuai standar operasiaonal prosedur.
d.      Peneliti Selanjutnya
      Hasil penelitian ini diharapkan sebagai data awal dan informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya agar lebih baik.
                           




BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Pengetahuan
2.1.1 Defenisi
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Sunaryo, 2004).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what” misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
2.1.2 Proses Pembentukan Pengetahuan
Peneliti Rogers, 1974 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni:
1.      Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.
2.      Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus atau objek tersebut
3.      Evaluation (evaluasi), menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
4.      Trial (mencoba), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5.      Adoption (adopsi), dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus (Mubarok, 2006).
2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan
            Dari berbagai cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1.      Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan.
Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan antara lain:
a.       Cara coba-salah (Trial and Error) adalah cara yang dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam mencegah masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.
b.      Cara kekuasaan (Otoriter), yaitu sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin masyarakat baik berupa formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintah dan sebagainya. Denagan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas dan kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah dan sebagainya.
c.       Berdasarkan pengalaman pribadi yang dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hasil ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
d.      Melalui jalan pikiran sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalaran dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya.   
2.      Cara Modern Dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sintesis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau popular disebut metedologi penelitian (Notoatmodjo, 2005).
2.1.4 Tingkat Pengetahuan
a.       Tahu (Know) yaitu dapat mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b.      Memahami (Comprehensi) yaitu kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpresikan dengan benar tentang objek yang diketahui.
c.       Penerapan atau aplikasi (Aplication) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum rumus, metode dalam situasi nyata.
d.      Analisa (Analysis) artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek kedalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih didalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain.
e.       Sintesis (Syntesis) yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.
f.        Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilain terhadap suatu objek (Sunaryo, 2004).

2.1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
1.      Pendidikan, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperlukan (Notoatnodjo, 2003).
2.      Lama bekerja, semakin banyak pengalaman kerja seseorang itu maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Noor Avida, 2006).
3.      Umur, semakin tua umur seseorang dan banyak pengalaman yang dilaluinya semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Mubarok, 2009).
4.      Sumber Informasi, semakin banyak seseorang memperoleh informasi dari berbagai sumber maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2002).

2.2              Perawat
2.2.1 Defenisi
Menurut Interational Council of Nursing (1965), perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta peleyanan awatan berterhadap pasien (Ali Z, 2001, Hal: 14).
Perawat menurut UURI. No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki dan diperoleh melalui pendidikan keperawatan (http://spotindo.com).
Keperawatan adalah suatu profesi yang berfokus pada menjaga, memelihara dan mengembalikan kesehatan yang optimal baik individu, keluarga dan masayarakat (www.ptc.edu/departement_nursing/philosophy.htm).

2.3       Gips
2.3.1 Defenisi
Gips dalam bahasa latin kalkulus, dalam bahasa inggris disebut plaster of paris, dan dalam bahasa belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di alam berupa batu putih yang mengandung unsure kalsium sulfat dan air.
            Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur tubuh tempat gips di pasang. Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan menggunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass. Jadi, gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass (Suratun, dkk, Hal: 39).
Gips adalah alat imobilasasi eksternal yang kaku, di cetak sesuai kontur tubuh dimana gips di pasang. Secara umum gips memungkinkan mobilisasi klien, sementara membatasi gerakan bagian tubuh tertentu (Lukman, 2009, Hal: 78)
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras area yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips dikerjakan 2-3 orang, seorang memasang perban (operator), seorang membantu dan memegang perban pada operator dan orang ketiga menyangga ekstremitas agar posisi tetap. Waktu pemasangan gips sesuai dengan variasi dan daya rekat bahannya yang pada umumnya 2-6 menit. Harus dijaga agar ekstremitas tidak bergerak selama pemasangan (http://narxiz.blogspot.com/2010/01/cast.html).
2.3.2 Indikasi pemasangan gips
  1. Untuk pertolongan pertama pada fraktur (berfungsi sebagai bidai).
  2. Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri, misalnya  gips korset pada tuberculosis tulang belakang atau pasca operasi (operasi pada  scoliosis tulang belakang).
  3. Sebagai pengobatan defenitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-anak  dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
  4. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
  5. Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu setelah   suatu operasi, misalnya pada artrodesis.
  6. Imobilisasi setelah operasi pada tendo-tendo tertentu, misalnya setelah operasi    tendo Achiles.
  7. Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau prostesis.





2.3.3 Komplikasi Pemasangan Gips
1. Perubahan posisi (patah/retak tulang).
2. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh gips, disebabkan oleh:
    1. Cara pemasangan gips, ini disebabkan oleh kesalahan dalam merapikan  balutan gips pada alat gerak atau karena ada benjolan pada gips yang  dipasang.
    2. Kesalahan instruksi, kesalahan memelihara balutan gips apabila terjadi keretakan, kebasahan, atau pergeserandengan akibat luka pada kulit.
    3. Pengawasan, pengamatan atau tanda-tanda ketat atau longgarnya gips harus tepat dan tindakan yang cepat harus dilakukan bergantung pada keadaan.
    4. Benda-benda asing, pengawasan langsung harus diperhatikan pada benda-benda yang dapat masuk kedalam sela-sela gips tanpa diketahui.
3. Hilangnya kekuatan. Ketidaksanggupan meluruskan jari-jari kaki tangan dan kaki merupakan suatu tanda hilangnya kekuatan. Ini dapat disebabkan oleh tekanan balutan gips pada saraf  bagian atas atau pemakaian torniket yang terlalu lama sesudah operasi.
4. Gangguan peredaran darah.
a.       Gangguan pembuluh darah balik. Adanya tanda-tanda pembengkakan dan kebiruan pada anggoa gerak menunjukkan bahwa pembuluh darah balik terganggu karena terlalu ketatnyabalutan gips.
b.      Gangguan pada jalan nadi. Adanya tanda-tanda berupa kepucatan,   misalnya kesakitan dan hilangnya denyut nadi pada jari-jari.
5. Komplikasi umum pada gerak badan. Pada waktu imobilisasi, anggota badan yang tidak dibalut harus dilatih bergerak sehingga memberikan dampak pada:
a.       Tulang sendi dapat bergerak terus dengan leluasa dan kekakuan karena imobilisasi dapat dicegah.
b.      Kerja otot-otot terjaga dengan baik dan tidak menganggur dengan percuma. Penyembuhan akan menjadi lebih muda apabila otot-otot dapat mengontrol sendi secara efisien.
c.       Gerak badan juga bermanfaat untuk menjaga lancarnya peredaran darah dan secara umum juga diharapkan dapat menolong mengurangi kemungkinan timbulnya trombosis pembuluh darah.
2.3.4 Kelebihan dan kekurangan pemasangan gips               
1. Kelebihan pemasangan gips adalah sebagai berikut:
    1. Mudah dan murah sebagai alternative terapi konservatif pilihan untuk  menghindari operasi.
    2. Dapat diganti setiap saat, dipasang, dan diganti cetakan sesuai bentuk  anggota gerak.
    3. Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau  perawatan luka selama imobilisasi.
    4. Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan dengan membuat sudut tertentu.
    5. Gips bersifat radiolusen sehingga pemeriksaan foto Rontgen tetap                    dapat dilakukan walaupun gips terpasang.
2. Kekurangan pemasangan gips, yaitu:
    1. Pemasangan gips yang tetap akan menimbulkan gangguan atau tekanan pada pembuluh darah, saraf, atau tulang itu sendiri.
b.      Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi             dan atrofi otot.
c.       Alergi dan gatal-gatal akibat gips.
d.      Berat dan tidak nyaman dipakai oleh klien.
2.3.5 Bentuk gips dan jenis-jenis gips
     1. Beberapa bentuk pemasangan gips yang dapat dilakukan sebagai berikut:
a.       Gips saplk, merupakan bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau dua per tiga lingkaran permukaan anggota gerak.
b.      Gips semi-sirkuler, gips menutup separuh atau dua per tiga lingkaran permukaan anggota gerak.
c.       Gips sirkuler, gips sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh anggota gerak.
2. Jenis-jenis gips
a.      Gips lengan pendek, memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan, melingkar erat dari dasar ibu jari. Bila ibu jari dimasukkan     dinamakan spika ibu jari atau gips gauntlet.
b.      Gips lengan panjang, memanjang dari setinggi lipatan ketiak sampai  
c.       disebelah proksimal lipatan telapak tangan; siku biasanya diimobilisasi dalam tegak lurus.
d.      Gips tungkai pendek, memanjang dari bawah lutut sampai dasar jari kaki. Kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral.
e.       Gips tungkai panjang, memanjang dari perbatasan seper tiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki. Lutut harus sedikit fleksi.
f.        Gips berjalan, gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat. Dapat disertai telapak untuk berjalan.
g.       Gips tubuh, melingkar di batang tubuh.
h.       Gips sipka, melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips spika tunggal atau ganda).
i.         Gips spika bahu jaket tubuh yang melingkari batang tubuh dan bahu serta siku.
j.        Gips spika pinggul, melingkari batang tubuh dan ekstremitas bawah; dapat berupa gips spika tunggal ganda.
2.3.6 Teknik pemasangan gips
            Teknik pemasangan gips, yaitu:
a.       Siapkan pasien dan jelaskan prosedur yang akan dikerjakan.
b.      Siapkan alat-alat yang akan digunakan untuk pemasangan gips.
c.       Daerah yang akan dipasang gips dicukur, dibersihkan, dan dicuci dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan diberikan krim kulit.
d.      Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
e.       Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang ditentukan dokter selama prosedur.
f.        Pasang spongs rubbs (bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang akan dipasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat. Tambahkan bantalan (padding) didaerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.
g.       Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai gelembung-gelembung dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas untuk mengurangi jumlah air dalam gips.
h.       Pasang gips secara meratapada bagian tubuh, pembalutan gips secara melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendur atau terlalu ketat. Pada waktu membalut, lakukan dengan gerakan berkesinambungan agar terjaga ketimpangtindihan lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak yang tetap (kira-kira 50% dari lebar gips). Lakukan dengan gerakan yang berkesinambungan agar terjaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh.
i.         Setelah selesai pemasangan haluskan tepinya potong serta bentuk dengan pemotongan gips cutter.
j.        Bersihkan partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
k.      Potong gips selama pengerasan dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada tekanan pada gips.
2.3.7 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
1.      Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
2.      Gips patah tidak bisa digunakan.
3.      Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
4.      Jangan merusak/menekan gips.
5.      Jangan pernah memasukkan benda asing kedalam gips/menggaruk.
6.      Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
2.4 Kerangka Kerja Penelitian                                
            Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat kerangka kerja penelitian mengenai pengetahuan perawat tentang pemasangan gips di Rumah Sakit Haji Medan.

Input                                                        Proses                                              Output 
Pengetahuan tentang pemasangan gips
  1. Komplikasi
  2. Bentuk pemasangan dan jenis
  3. Teknik pemasangan
  4. Hal - hal yang perlu diperhatiakan
 
Baik
Sedang Kurang
 
Perawat
 
 






                                            Gambar 1: Kerangka Kerja Penelitian
            Dari kerangka kerja diatas dapat dilihat bahwa objek yang diteliti adalah pengetahuan perawat tentang pemasangan gips dengan kategori baik, sedang, kurang.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1              Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriftif yaitu yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang pemasangan gips di Rumah Sakit Haji Medan.

3.2              Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1  Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Haji Medan, karena Rumah Sakit Haji Medan khususnya ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Ibnu Sina (Kamar Bedah) mayoritas banyak melakukan tindakan pemasangan gips, selain itu mudah dijangkau dan populasinya cukup sehingga memudahkan peneliti melakukan penelitian.
3.2.2  Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19 Juli sampai 22 Juli 2010.



3.3              Populasi dan Sampel
3.3.1  Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah perawat yang bekerja di Rumah Sakit Haji Medan yang ada diruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Ibnu Sina (Kamar Bedah) yang berjumlah 35 orang.
3.3.2        Sampel
Sample adalah sebagian dari populasi yang merupakan wakil dari populasi itu (Notoatmodjo, 2007).
Sample dalam penelitian ini menggunakan Total Sampling yaitu: tehnik penentuan sample yang menjadikan seluruh populasi dijadikan sampel.
Sample yang diambil oleh peneliti adalah seluruh perawat di ruangan Instalasi Gawat Darurat  (IGD) dan Ibnu Sina (Kamar Bedah) Rumah Sakit Haji Medan dengan jumlah 35 orang perawat.

3.4              Defenisi Operasional
3.4.1  Perawat adalah seseorang yang telah memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan pasien dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit tentang pemasangan gips.
3.4.2  Pengetahuan perawat adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang perawat dalam menjawab pertanyaan dengan benar tentang komplikasi, bentuk pemasangan gips/jenis gips, teknik pemasangan, dan hal-hal yang perlu diketahui dalam pemasangan gips.
3.4.3  Kompliasi adalah suatu penyakit yang dapat disebabkan oleh pemasangan gips.
3.4.4  Bentuk pemasangan dan jenis gips adalah macam-macam dari pemasangan gips.
3.4.5  Teknik pemasangan gips adalah suatu cara atau tindakan yang dilakukan untuk pemasangan gips dengan baik dan benar.
3.4.6  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah suatu pengawasan yang harus diawasi dalam pemasangan gips.
3.4.7  Pemasangan gips adalah suatu alat penolong bedah tulang dan penyumbuhan tulang yang dilakukan untuk pasien fraktur.

3.5              Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan ketempat penelitian yaitu kepada Rumah Sakit Haji Medan untuk mendapatkan izin penelitian dengan menyerahkan surat pengantar dari institusi pendidikan STIKes Rumah Sakit Haji Medan.
Dengan izin yang didapat, peneliti akan melakukan penelitian kepada perawat yang bekerja di Rumah Sakit Haji Medan dengan cara membagikan kuisioner kepada responden yang akan diteliti dengan menekankan pada masalah etika, meliputi:

  1. Lembar Persetujuan (Informed Concent).
Lembar persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi sebelum dan sesudah penelitian. Jika bersedia dijadika responden, maka mereka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika mereka menolak untuk dijadikan responden, maka peneliti tidak memaksa dan akan tetap menghormati hak-haknya.
  1. Tanpa Nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.

  1. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden akan dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian (Hidayat, 2007, Hal 23).

Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuisioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dengan mengacu kepada kerangka kerja penelitian dan tijauan pustaka, terdiri dari pengetahuan perawat tentang pemasangan gips.

Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan berupa jawaban dari setiap pertanyaan kuisioner akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing
Dilakukan pengecekan data yang telah terkumpul, bila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam pengumpulan data, maka akan diperbaiki dan dilakukan pendataan ulang terhadap responden.
2.      Coding
Data yang telah di edit dirubah kedalam bentuk angka (kode) misalnya nama responden dirubah menjadi nomor responden 01, 02, 03………….35.
3.      Tabulating
Untuk mempermudah pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data selanjutnya dimasukkan kedalam bentuk tabel.
4.      Skoring
Memberi skor terhadapap jawaban-jawaban responden dari kuisioner tentang komplikasi pemasangan gips, bentuk dan jenis gips, tehnik pemasangan gips, serta hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips. Untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang pemasangan gips peneliti menentukan kategori baik, sedang, kurang. Sebagai tolak ukur yang akan disajikan pemantauan pengukuran adalah:
1.      Skor jawaban yang salah dikali 1 dengan jumlah soal sebanyak 28 soal, jadi jumlah skor minimum adalah 1x28=56
2.      Skor jawaban yang benar dikali 2 dengan jumlah soal sebanyak 28 soal, jadi jumlah skor maksimum adalah 2x28=56


 Untuk menggunakan rentang  interval digunakan rumus:
                              R         = Xmax - Xmin               
                              R          = Rentang
                              Xmax     = Data terbesar
                              Xmin       = Data terkecil
  Berdasarkan rumus tersebut dapat diketahui
                           Xmax       = 2 x 28 = 56
                           Xmin       = 1 x 28 = 28
                           R          = 56 – 28 = 28
                           P          = 
                           P          = Interval
                           R          = Rentang
   Maka dapat diketahui:
                              P          =  
                                          = 9,3
                                          = 9
   Berdasarkan data tersebut dapat di simpulkan
a.       Baik apabila dapat skor 46 – 56
b.      Sedang apabila mendapat skor 37 – 45
c.       Kurang apabila mendapat skor 28 – 36
Sedangkan penskoringan untuk tiap aspek tujuan, faktor-faktor dan aspek-aspek penilaian kinerja kerja dengan jumlah soal masing-masing sebanyak 7 soal.
5.      Analisis
Data primer yang telah terkumpul disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Penyajian Data
Hasil pengolahan data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.                 











BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1              Hasil Penelitian
Rumah Sakit Haji Medan merupakan Rumah Sakit swasta tipe B yang terletak di jalan Rumah Sakit Haji Medan Eastate yang memiliki pelayanan rawat inap dan rawat jalan, penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juli sampai dengan 22 Juli 2010.
Populasi seluruh perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Ibnu Sina (Kamar Bedah) Rumah Sakit Haji Medan dengan cara menyebarkan kuisioner yang berjumlah 28 soal kepada 35 responden dengan pendidikan D III Keperawatan. Dan hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat di Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Ibnu Sina (Kamar Bedah)

No
Data Demografi
Data
Frekuensi
Persentase
1
Umur
20 - 30 Tahun
10 Orang
28,6%
31 - 40 Tahun
17 Orang
48,6%
41 - 50 Tahun
8 Orang
22,8%
2
Lama Bekerja
0 - 10 Tahun
27 Orang
77,2%
> 10 Tahun
8 Orang
22,8%
3
Sumber Informasi
Breefing
24 orang
68,5%
Pelatihan
5 Orang
14,3%
Seminar
6 Orang
17,2%
                    Jumlah
35 Responden
100%

            Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas umur responden 31-40 tahun yaitu sebanyak 17 orang (48,6%), lama bekarja mayoritas 0 - 10 tahun sebanyak 27 orang (77,2%), pendidikan responden mayoritas D III Keperawatan yaitu sebanyak 35 orang (100%), dan responden mayoritas memiliki sumbr informasi dari breefing yaitu sebanyak 24 orang (68,5%).

Tabel 2
Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Bentuk Pemasangan dan Jenis Gips
di Rumah Sakit Haji Medan

No
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase %
1
Baik
14 Orang
40%
2
Sedang
16 Orang
45,72%
3
Buruk
5 Orang
14,28%
                  Jumlah
35 Orang
100%

           
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan sedang tentang komplikasi pemasangan gips yaitu sebanyak 16 orang (45,72%).
Tabel 3
Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Bentuk Pemasangan dan Jenis Gips
Di Rumah Sakit Haji Medan
No
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase %
1
Baik
10 Orang
28,58%
2
Sedang
22 Orang
62,86%
3
Buruk
3 Orang
8,56%
                   Jumlah
35 Orang
100%

            Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan sedang tentang bentuk pemasangan dan jenis gips yaitu sebanyak 22 orang (62,86%).
Tabel 4
Distribusi Pengetahuan Rsponden Tentang Teknik pemasangan Gips di
Rumah Sakit Haji Medan

No
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase %
1
Baik
12 Oranng
34,3%
2
Sedang
18 Orang
51,4%
3
Buruk
5 Orang
14,3%
                  Jumlah
35 Orang
100%

Berdasarkan tabel ditas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan sedang tentang  teknik pemasangan gips yaitu sebanyak 18 orang (51,4%).
Tabel 5
Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemasangan Gip di Rumah Sakit Haji Medan

No
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase %
1
Baik
12 Orang
34,3%
2
Sedang
20 Orang
57,2%
3
Buruk
3 Orang
8,5%
                  Jumlah
35 Orang
100%

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas reponden memiliki pengetahuan sedang tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips yaitu sebanyak 20 orng (57,2%).
Tabel 6
Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pemasangan Gips
di Rumah Sakit Haji Medan

No
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase %
1
Baik
9 Orang
25,72%
2
Sedang
19 Orang
54,28%
3
Buruk
7 Orang
20%
                  Jumlah
35 Orang
100%
           
Berdasarkan tabel dilihat bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan sedang tentang pemasangan gips yaitu sebanyak 19 orang (54,28%).

4.2              Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan tentang pengetahuan perawat tentang pemasangan gips di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2010 dengan sample sebanyak 35 respomden, antara lain:
4.2.1  Distribusi Pengetahuan Perawat Tentang Komplikasi Pemasangan Gips.
Setelah dilakukan penelitian mayoritas responden memiliki pengetahuan sedang tentang komplikasi pemasangan gips yaitu sebanyak 16 orang (45,72%), dimana rata-rata responden dapat menjawab pertanyaan tentang komplikasi rasa sakit yang ditimbulkan oleh pemasangan gips di sebabkan oleh, kesalahan dalam cara pemasangan gips dan kesalahan instruksi, menurut Suratun, dkk (2006) komplikasi pemasangan gips adalah dari rasa sakit yang ditimbulkan oleh gips, gangguan peredaran darah, komplikasi umum pada gerak badan, kesalahan instruksi, pengawasan, benda-benda asing yang masuk ke dalam sela-sela gips tanpa diketahui.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden sedang dapat dipengaruhi oleh umur, dimana responden responden memiliki umur antara 31 – 40 tahun yaitu sebanyak 17 orang (48,6%). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Mubarok (2009), yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang dan banyak pengalaman yang dilaluinya semakin banyak pila pengetahuan yang dimilikinya. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dengan hasil penelitian.
4.2.2  Distribusi Pengetahuan Perawat Tentang Bentuk Pemasangan dan Jenis Gips.
Setelah dilakukan penelitian mayoritas rsponden memililki pengetahuan sedang tentang bentuk pemasangan dan jenis gips yaitu sebanyak 22 orang (62,86%), dimana rata-rata responden dapat menjawab pertanyaan tentang bentuk gips yaitu gips spalk dan gips semi-sirkuler, menurt Arif Muttaqin (2005), bentuk pemasangan dan jenis gips adalah seperti bentuk gips spalk, gips sirkuler, jenis gips lengan pendek, gips tubuh.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden sedang, hal ini dipengaruhi oleh pengalaman bekerja, dimana responden mayoritas memiliki pengalaman bekerja antara 0 – 10 tahun yaitu sebanyak 27 orang (77,2%), hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Noor Avida (2006), semakin banyak pengalaman kerja seseorang itu maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dengan hasil penelitian.
4.2.3  Distribusi Pengetahuan Perawat Tentang Teknik Pemasangan Gips.
Setelah dilakukan penelitian, mayoritas respenden memiliki pengetahuan sedang yaitu sebanyak 18 orang (51,4%), dimana rata-rata responden depat menjawab pertanyaan tentang, pembalutan gips secara melingkar dimulai dari distal ke proksimal, menurut Suratun, dkk (2006) teknik pemasangan gips adalah pasang spongs rubs (bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang akan dipasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat. Tambahkan bantalan (padding) di daerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden mayoritas sedang, dapat dipengaruhi oleh pendidikan, dimana responden memiliki pendidikan D III Keperawatan sebanyak 35 orang (100%), hasil penelitian ini sesuai dengan Notoadmodjo (2003), makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidika yang kurang akan mendapatkan perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru diperlukan. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dengan hasil penelitian.
4.2.4  Distribusi Pengetahuan Perawat Tentang Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemasangan Gips.
Setelah dilakukan penelitian mayoritas responden memiliki pengetahuan sedang yaitu sebanyak 20 orang (57,14%) dimana rata-rata responden dapat menjawab pertanyaan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah, jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama, menurut Indah (2010) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah jangan merusak/menekan gips, gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan, gips yang patah tidak bisa digunakan.
Mayoritas responden menyatakan bahwa dokter Spesialis Orthopedy memberikan informasi melalui breefing tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips yaitu sebanyak 24 orang (68,57%), hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2002) menyatakan bahwa salah satu cara memperoleh pengetahuan yaitu dari informasi, semakin banyak seseorang memperoleh informasi dari berbagai sumber maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan hasil penelitian.
4.2.5  Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pemasangan Gips.
Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa mayoritas responden mempunyai pengetahuan sedang yaitu sebanyak 19 orang (54,28%), menurut peneliti banyak hal-hal yang mempengaruhi pengetahuan, termasuk umur, dimana umur responden mayoritas antara 31 – 40 tahun  yaiti sebanyak 17 orang (48,6%). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Mubarok (2009), yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang dan banyak pengalaman yang dilaluinya maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, dan juga pengalaman bekerja responden mayoritas 0 – 10 tahun sebanyak 27 orang (77,2%), menurut Noor Avida (2006) menyatakan bahwa semakin banyak pengalaman bekerja seseorang itu maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan faktor diatas menurut peneliti, pendidikan responden mayoritas D III Keperawatan, dapat menambah pengetahuan perawat tentang teknik pemasangan gips. Menurut Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui penca indera manusia, yakni indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Hal ini sesuai dengan pendidikan responden yaitu D III Keperawatan.















BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1              Kesimpulan
Seteleh dilakukan penelitian dari tanggal 19 Juli sampai dengan 22 Juli terhadap 35 responden dengan menggunakan instrumen kuisioner yang berisi sebanyak 28 pertanyaan mengenai pengetahuan perawat tentang pemasangan gips yang terdiri dari komplikasi pemasangan gips sebanyak 7 pertanyaan, bentuk pemasangan dan jenis gips sebanyak 7 pertanyaan, teknik pemasangan sebanyak 7 pertanyaan, hal-hal yang perlu diketahui tentang pemasangan gips sebanyak 7 pertanyaan, yang kemudian disajikan kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
5.1.1 Data demografi didapatkan mayoritas umur antara 31 – 40 tahun yaitu sebanyak 17 orang (48,6%), pengalaman bekerja mayoritas 0 – 10 tahun, sebanyak 27 orang (77,2%), pendidikan responden D III Keperawatan, sumber informasi didapatkan responden melalui breefing yaitu sebanyak 24 orang (68,5%).
5.1.2   Pengetahuan responden tentang komplikasi pemasangan gips mayoritas sedang yaitu sebanyak 16 orang (45,72%).
5.1.3   Pengetahuan responden tentang bentuk pemasangan dan jenis gips mayoritas sedang yaitu sebanyak 22 orang (62,86%).
5.1.4   Pengetahuan responden tentang teknik pemasangan gips mayoritas sedang yaitu sebanyak 18 orang (51,43%).
5.1.5   Pengetahuan responden tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips mayoritas sedang yaitu sebanyak 20 orang (57,14%).
5.1.6   Pengetahuan responden tentang pemasangan gips mayoritas sedang yaitu sebanyak 19 orang (54,28%).

5.2       Saran
5.2.1 Bagi Rumah Sakit Haji Medan.
Diharapkan kepada pimpinan Rumah Sakit Haji Medan untuk lebih sering mengadakan pelatihan dan seminar bagi perawat khususnya tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan pemasangan gips untuk lebih meningkatkan ilmu pengetahuan serta wawasan perawat agar dapat memberikan pelayanan kepada pasien yang sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedur) sehingga mutu dan kualitas pelayanan lebih baik lagi dan tidak terjadi kesalahan dalam pemasangan gips.
5.2.2  Bagi Institusi Pendidikan.
Diharapkan kepada STIKes Rumah Sakit Haji Medan agar lebih melengkapi sarana dan prasarana yang telah ada untuk proses belajar-mengajar khususnya yang berkaitan dengan mata kuliah sistem muskuluskletal misalnya phantom sistem muskuluskletal tentang pemasangan gips dan buku-buku tentang sistem muskuluskletal. Serta kepada staf pengajar STIKes RUmah Sakit Haji Medan untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan dalam proses pembelajaran.


5.2.3  Bagi Peneliti Selanjutnya.
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini di tempat lain dengan jumlah sample yang lebih banyak, serta dengan variabel yang lebih luas, dan desain penelitian yang lain agar hasil yang didapatkan lebih baik dan memuaskan.

                              



Tidak ada komentar:

Posting Komentar